Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May mengumumkan akan mengundurkan diri sebagai pemimpin Partai Konservatif sekaligus sebagai PM pada 7 ...
Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May mengumumkan akan mengundurkan diri sebagai pemimpin Partai Konservatif sekaligus sebagai PM pada 7 Juni mendatang. Pengunduran dirinya ini tak lepas dari persoalan Brexit yang terkatung-katung. Apa sebenarnya Brexit itu?
Brexit merupakan akronim dari Britain Exit, yang menjadi istilah yang memiliki definisi keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Istilah ini mirip dengan Grexit yang berasal dari kata Greek Exit yang sempat populer ketika Yunani, yang saat itu dilanda kekalutan politik dan ekonomi diperkirakan akan keluar dari keanggotaan Uni Eropa.
Seperti kita ketahui, Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa berdasarkan hasil referendum yang dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2016. Tetapi sebenarnya Inggris tidak langsung keluar dari Uni Eropa segera setelah hasil referendum Brexit tersebut diumumkan. Melainkan ada proses panjang yang harus dijalani sebelum Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa.
Mengapa Inggris keluar dari Uni Eropa?
Keputusan itu diambil berdasarkan referendum yang dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2016, di mana mayoritas rakyat Inggris (52%) menginginkan Inggris keluar dari Uni Eropa. Jumlah rakyat Inggris yang turut serta memberikan suara saat itu mencapai 30 juta orang, atau sekitar 71,8% dari total populasi Inggris.
Seperti dilansir dari berbagai sumber, jauh sebelumnya, yakni pada tahun 1975, Inggris juga pernah mengadakan referendum apakah akan keluar sebagai anggota Uni Eropa atau tetap di dalam Uni Eropa. Pada waktu itu diputuskan, Inggris tetap berada di dalam Uni Eropa.
Namun ada sekelompok golongan yang merasa bahwa sejak tahun 1975 tersebut, Uni Eropa semakin mengontrol kehidupan sehari-hari mereka. Selain itu, sebagian rakyat Inggris merasa bahwa Inggris terbebani oleh Uni Eropa, di mana Uni Eropa membuat peraturan yang dinilai banyak membatasi bisnis di Inggris.
Hal lain yang menjadi pertimbangan bagi Inggris untuk keluar dari Uni Eropa adalah karena Uni Eropa menarik uang untuk biaya keanggotaan sejumlah miliaran dolar dan Inggris merasa hanya sedikit keuntungan yang diperoleh.
Ada lagi hal lainnya yang menjadi pertimbangan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa yaitu salah satu prinsip Uni Eropa tentang 'Free Movement' yang membawa banyak imigran datang dan menetap di Inggris.
Kapan Inggris akan benar-benar keluar dari Uni Eropa?
Untuk keluar dari Uni Eropa, Inggris harus meminta persetujuan mengacu pada Pasal 50 Perjanjian Lisbon yang memberikan waktu pada kedua belah pihak (Inggris dan Uni Eropa) selama dua tahun untuk membuat kesepakatan terkait pemisahan diri tersebut.
PM May telah menyatakan bahwa ia berniat untuk memulai proses tersebut di akhir bulan Maret 2017, yang artinya Inggris diperkirakan akan resmi keluar dari Uni Eropa pada musim panas tahun 2019. Itu pun akan tergantung pada kesepakatan yang tercapai dalam perundingan antara Inggris dan Uni Eropa.
Namun faktanya, RUU yang diajukan PM May selalu ditolak parlemen Inggris. RUU Brexit mengatur banyak hal soal hubungan masa depan Inggris dan Uni Eropa setelah 'bercerai'. RUU Brexit perlu disahkan menjadi Undang-undang (UU) agar proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa berjalan lancar.
Secara garis besar, RUU Brexit berisi kesepakatan dan instruksi dalam menjalin hubungan di masa depan dalam sektor ekonomi, keamanan dan berbagai area kepentingan lainnya antara Inggris dan negara-negara anggota Uni Eropa. Ada beberapa poin yang tidak disepakati anggota parlemen Inggris yang menolak RUU itu.
Dampak Brexit bagi Uni Eropa
- Anggaran/Ekonomi
Negara anggota Uni Eropa lain harus mengisi setidaknya setengah sejumlah kekurangan dari hilangnya kontribusi dana Inggris kepada Uni Eropa. Total kontribusi Inggris untuk anggaran Uni Eropa untuk tahun 2016 adalah 19,4 miliar euro, termasuk pemotongan tarif dan pajak impor. Inggris menerima sekitar 7 miliar euro dari subsidi regional dan pertanian. Jerman, negara anggota Uni Eropa terbesar, akan mau tak mau harus menyediakan uang tunai ekstra untuk menutupi celah ini.
- Perdagangan
Negara-negara anggota Uni Eropa mengalami surplus neraca perdagangan sekitar 100 miliar euro dalam perdagangan dengan Inggris. Sementara nilai ekspor Inggris lebih besar 20 miliar euro ketimbang nilai impornya. Kondisi serupa juga berlaku di bidang jasa keuangannya.
Banyak ekonom memperkirakan Brexit akan setidaknya, untuk sementara, mengurangi pertumbuhan Inggris. Faktor ketidakpastian juga akan mempengaruhi permintaan domestik dan melemahkan mata uang pound sterling. Ini akan berimplikasi terhadap kinerja ekspor Uni Eropa ke Inggris, yang nilainya mencapai sekitar 2,6 persen dari total PDB Uni Eropa pada 2014. Diperkirakan terjadi "kejutan dari sisi permintaan" di Inggris yang terkait dengan kemungkinan tarif impor baru.
- Investasi
Inggris merupakan destinasi penanaman modal asing Uni Eropa yang terbesar, menurut data daro UNCTAD, dengan rata-rata mencapai US$56 miliar per tahun pada periode 2010-2014. Negara EU lainnya hanya memiliki jumlah penanaman modal kurang dari jumlah ini.
Sekitar 72 persen investor dalam kajian EY di tahun 2015 menyatakan bahwa akses memasuki pasar tunggal Uni Eropa merupakan faktor utama penanaman modal mereka di Inggris. Diperkirakan, para investor akan mencari akses dari negara lain jika Inggris tidak dapat menyediakan pintu masuk ke pasar tunggal Uni Eropa.
- Imigrasi
Warga imigran atau ekspatriat akan menjadi kubu yang paling menderita jika Inggris keluar dari Uni Eropa. Berbagai kebijakan soal imigran di Inggris akan mengalami perubahan drastis. Jumlah imigran di Inggris tahun 2015 mencapai 333 ribu orang, selalu naik 100 ribu setiap tahunnya sejak 1998.
Brexit juga akan mengancam 1,2 juta pekerja imigran di Inggris yang datang dari negara-negara Eropa Timur. Negara Eropa dengan ekonomi besar lainnya, Jerman, juga diperkirakan akan kedatangan lebih banyak imigran Uni Eropa dengan keluarnya Inggris.
Brexit merupakan akronim dari Britain Exit, yang menjadi istilah yang memiliki definisi keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Istilah ini mirip dengan Grexit yang berasal dari kata Greek Exit yang sempat populer ketika Yunani, yang saat itu dilanda kekalutan politik dan ekonomi diperkirakan akan keluar dari keanggotaan Uni Eropa.
Seperti kita ketahui, Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa berdasarkan hasil referendum yang dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2016. Tetapi sebenarnya Inggris tidak langsung keluar dari Uni Eropa segera setelah hasil referendum Brexit tersebut diumumkan. Melainkan ada proses panjang yang harus dijalani sebelum Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa.
Mengapa Inggris keluar dari Uni Eropa?
Keputusan itu diambil berdasarkan referendum yang dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2016, di mana mayoritas rakyat Inggris (52%) menginginkan Inggris keluar dari Uni Eropa. Jumlah rakyat Inggris yang turut serta memberikan suara saat itu mencapai 30 juta orang, atau sekitar 71,8% dari total populasi Inggris.
Seperti dilansir dari berbagai sumber, jauh sebelumnya, yakni pada tahun 1975, Inggris juga pernah mengadakan referendum apakah akan keluar sebagai anggota Uni Eropa atau tetap di dalam Uni Eropa. Pada waktu itu diputuskan, Inggris tetap berada di dalam Uni Eropa.
Namun ada sekelompok golongan yang merasa bahwa sejak tahun 1975 tersebut, Uni Eropa semakin mengontrol kehidupan sehari-hari mereka. Selain itu, sebagian rakyat Inggris merasa bahwa Inggris terbebani oleh Uni Eropa, di mana Uni Eropa membuat peraturan yang dinilai banyak membatasi bisnis di Inggris.
Hal lain yang menjadi pertimbangan bagi Inggris untuk keluar dari Uni Eropa adalah karena Uni Eropa menarik uang untuk biaya keanggotaan sejumlah miliaran dolar dan Inggris merasa hanya sedikit keuntungan yang diperoleh.
Ada lagi hal lainnya yang menjadi pertimbangan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa yaitu salah satu prinsip Uni Eropa tentang 'Free Movement' yang membawa banyak imigran datang dan menetap di Inggris.
Kapan Inggris akan benar-benar keluar dari Uni Eropa?
Untuk keluar dari Uni Eropa, Inggris harus meminta persetujuan mengacu pada Pasal 50 Perjanjian Lisbon yang memberikan waktu pada kedua belah pihak (Inggris dan Uni Eropa) selama dua tahun untuk membuat kesepakatan terkait pemisahan diri tersebut.
PM May telah menyatakan bahwa ia berniat untuk memulai proses tersebut di akhir bulan Maret 2017, yang artinya Inggris diperkirakan akan resmi keluar dari Uni Eropa pada musim panas tahun 2019. Itu pun akan tergantung pada kesepakatan yang tercapai dalam perundingan antara Inggris dan Uni Eropa.
Namun faktanya, RUU yang diajukan PM May selalu ditolak parlemen Inggris. RUU Brexit mengatur banyak hal soal hubungan masa depan Inggris dan Uni Eropa setelah 'bercerai'. RUU Brexit perlu disahkan menjadi Undang-undang (UU) agar proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa berjalan lancar.
Secara garis besar, RUU Brexit berisi kesepakatan dan instruksi dalam menjalin hubungan di masa depan dalam sektor ekonomi, keamanan dan berbagai area kepentingan lainnya antara Inggris dan negara-negara anggota Uni Eropa. Ada beberapa poin yang tidak disepakati anggota parlemen Inggris yang menolak RUU itu.
Dampak Brexit bagi Uni Eropa
- Anggaran/Ekonomi
Negara anggota Uni Eropa lain harus mengisi setidaknya setengah sejumlah kekurangan dari hilangnya kontribusi dana Inggris kepada Uni Eropa. Total kontribusi Inggris untuk anggaran Uni Eropa untuk tahun 2016 adalah 19,4 miliar euro, termasuk pemotongan tarif dan pajak impor. Inggris menerima sekitar 7 miliar euro dari subsidi regional dan pertanian. Jerman, negara anggota Uni Eropa terbesar, akan mau tak mau harus menyediakan uang tunai ekstra untuk menutupi celah ini.
- Perdagangan
Negara-negara anggota Uni Eropa mengalami surplus neraca perdagangan sekitar 100 miliar euro dalam perdagangan dengan Inggris. Sementara nilai ekspor Inggris lebih besar 20 miliar euro ketimbang nilai impornya. Kondisi serupa juga berlaku di bidang jasa keuangannya.
Banyak ekonom memperkirakan Brexit akan setidaknya, untuk sementara, mengurangi pertumbuhan Inggris. Faktor ketidakpastian juga akan mempengaruhi permintaan domestik dan melemahkan mata uang pound sterling. Ini akan berimplikasi terhadap kinerja ekspor Uni Eropa ke Inggris, yang nilainya mencapai sekitar 2,6 persen dari total PDB Uni Eropa pada 2014. Diperkirakan terjadi "kejutan dari sisi permintaan" di Inggris yang terkait dengan kemungkinan tarif impor baru.
- Investasi
Inggris merupakan destinasi penanaman modal asing Uni Eropa yang terbesar, menurut data daro UNCTAD, dengan rata-rata mencapai US$56 miliar per tahun pada periode 2010-2014. Negara EU lainnya hanya memiliki jumlah penanaman modal kurang dari jumlah ini.
Sekitar 72 persen investor dalam kajian EY di tahun 2015 menyatakan bahwa akses memasuki pasar tunggal Uni Eropa merupakan faktor utama penanaman modal mereka di Inggris. Diperkirakan, para investor akan mencari akses dari negara lain jika Inggris tidak dapat menyediakan pintu masuk ke pasar tunggal Uni Eropa.
- Imigrasi
Warga imigran atau ekspatriat akan menjadi kubu yang paling menderita jika Inggris keluar dari Uni Eropa. Berbagai kebijakan soal imigran di Inggris akan mengalami perubahan drastis. Jumlah imigran di Inggris tahun 2015 mencapai 333 ribu orang, selalu naik 100 ribu setiap tahunnya sejak 1998.
Brexit juga akan mengancam 1,2 juta pekerja imigran di Inggris yang datang dari negara-negara Eropa Timur. Negara Eropa dengan ekonomi besar lainnya, Jerman, juga diperkirakan akan kedatangan lebih banyak imigran Uni Eropa dengan keluarnya Inggris.
KUliah Beasiswa...?? Klik Disini
Gambar : News.detik.com
Sumber : News.detik.com